provokasi..
seringkali kita termakan olehnya, terprovokasi..
According to Kamus Besar Bahasa Indonesia:
seringkali kita termakan olehnya, terprovokasi..
According to Kamus Besar Bahasa Indonesia:
pro·vo·ka·si n perbuatan untuk membangkitkan kemarahan; tindakan menghasut; penghasutan; pancingan: sebaiknya mereka menyadari bahwa -- yg ditimbulkannya itu akan mengundang pertumpahan darah;
ter·pro·vo·ka·si v terpancing atau terpengaruh untuk melakukan perbuatan negatif, msl perusakan: pengunjuk rasa sempat ~
kenapa tiba-tiba saya bicara provokasi?
well, saya terinspirasi dari kejadian kerusuhan di Tanjung Priuk terjadi kemarin (14 April 2010). Memang istilah provokasi selalu identik dengan kerusuhan. Sekelompok orang yang terprovokasi oleh sang pengadu domba dalam sekejap bisa menjadi angry mob, rusuh dan gelap mata.. memang untuk konteks kejadian di Priuk kemarin, masing-masing pihak yang berdiri pada kepentingan masing-masing yang mereka perjuangkan ditambah lagi peran media massa yang menginform masyarakat dengan segala ketimpangannya menyebabkan efek provokasi dan terprovokasi semakin meluas ke orang-orang yang secara langsung tidak berada dalam kerusuhan tersebut . . well, that's classic. Model seperti ini sudah berlangsung sejak era orde lama dan bertambah parah pada era reformasi, Provokator menjadi semacam trademark di indonesia..
menurut pendapat saya sendiri, proses menjadi provokator atau pihak yang terprovokasi semua bermula pada pikiran kita masing-masing. There are times when our minds constructing things that we can't control dan pada akhirnya kita menyerah dan menjadi pihak yang terprovokasi. Akibatnya, kita berpikiran negatif atau berkebalikan akan sesuatu, dan kita cenderung tidak bisa menerimanya. Istilah provokasi juga tidak saja me-refer pada kerusuhan massal. Kadangkala nafsu juga memprovokasi kita untuk bertindak tidak semestinya, asusila misalnya. Atau ketika secara tidak sadar kita mebicarakan kejelekan orang lain di belakang mereka, saya rasa itu juga suatu bentuk provokasi.
Belakangan ini saya sedang merasa berada dalam low point, dengan very very low self esteem. Saya terus berpikiran kalau saya tidak sehat (dlm arti yang sebenarnya) dan terus-terusan mendramatisir setiap gejala yang saya rasakan di tubuh saya. Padahal, pada saat saya berpikiran jernih, semua perasaan bahwa badan saya tidak sehat itu muncul karena saya terus-terusan memikirkannya, saya memprovokasi diri saya dengan pikiran-pikiran negatif. Akibatnya, saya terus-menerus merasakan tidak sehat. It's kinda hard to get out of it, and i'm still working on it now.. dan saya harus bilang inilah perasaan palin mellow-dramatis-bin-lebay yang pernah rasakan. Saya memang tipikal orang yang mudah terprovokasi dengan apa yang saya dengar dan lihat, sialnya, kali ini saya terprovokasi dengan pikiran saya sendiri dan saya tersiksa karenanya. Akhirnya saya tahu gimana rasanya mengalami mental breakdown yang luar biasa sampai merasa ilfeel dengan segala hal. 'Thank's to pikiran saya yang sudah meprovokasi saya..
Konklusinya yang saya dapat adalah: mengontrol diri itu sangat penting, even your mind can provoke you and bring you down to the lowest point..
well, saya terinspirasi dari kejadian kerusuhan di Tanjung Priuk terjadi kemarin (14 April 2010). Memang istilah provokasi selalu identik dengan kerusuhan. Sekelompok orang yang terprovokasi oleh sang pengadu domba dalam sekejap bisa menjadi angry mob, rusuh dan gelap mata.. memang untuk konteks kejadian di Priuk kemarin, masing-masing pihak yang berdiri pada kepentingan masing-masing yang mereka perjuangkan ditambah lagi peran media massa yang menginform masyarakat dengan segala ketimpangannya menyebabkan efek provokasi dan terprovokasi semakin meluas ke orang-orang yang secara langsung tidak berada dalam kerusuhan tersebut . . well, that's classic. Model seperti ini sudah berlangsung sejak era orde lama dan bertambah parah pada era reformasi, Provokator menjadi semacam trademark di indonesia..
menurut pendapat saya sendiri, proses menjadi provokator atau pihak yang terprovokasi semua bermula pada pikiran kita masing-masing. There are times when our minds constructing things that we can't control dan pada akhirnya kita menyerah dan menjadi pihak yang terprovokasi. Akibatnya, kita berpikiran negatif atau berkebalikan akan sesuatu, dan kita cenderung tidak bisa menerimanya. Istilah provokasi juga tidak saja me-refer pada kerusuhan massal. Kadangkala nafsu juga memprovokasi kita untuk bertindak tidak semestinya, asusila misalnya. Atau ketika secara tidak sadar kita mebicarakan kejelekan orang lain di belakang mereka, saya rasa itu juga suatu bentuk provokasi.
Belakangan ini saya sedang merasa berada dalam low point, dengan very very low self esteem. Saya terus berpikiran kalau saya tidak sehat (dlm arti yang sebenarnya) dan terus-terusan mendramatisir setiap gejala yang saya rasakan di tubuh saya. Padahal, pada saat saya berpikiran jernih, semua perasaan bahwa badan saya tidak sehat itu muncul karena saya terus-terusan memikirkannya, saya memprovokasi diri saya dengan pikiran-pikiran negatif. Akibatnya, saya terus-menerus merasakan tidak sehat. It's kinda hard to get out of it, and i'm still working on it now.. dan saya harus bilang inilah perasaan palin mellow-dramatis-bin-lebay yang pernah rasakan. Saya memang tipikal orang yang mudah terprovokasi dengan apa yang saya dengar dan lihat, sialnya, kali ini saya terprovokasi dengan pikiran saya sendiri dan saya tersiksa karenanya. Akhirnya saya tahu gimana rasanya mengalami mental breakdown yang luar biasa sampai merasa ilfeel dengan segala hal. 'Thank's to pikiran saya yang sudah meprovokasi saya..
Konklusinya yang saya dapat adalah: mengontrol diri itu sangat penting, even your mind can provoke you and bring you down to the lowest point..