Friday, June 22, 2012

tentang nilai dan sepakbola

Ketika saya menulis posting ini, ajang sepakbola paling bergengsi di Eropa sedang digelar. Bagi saya pribadi, menyaksikan pertandingan-pertandingan tim nasional negara-negara Eropa merupakan hiburan tersendiri di tengah-tengah hiruk pikuknya urusan akademis. Di sisi lain, pertandingan-pertandingan tersebut juga  menggugah 'intuisi' saya yang kebetulan seorang mahasiswi yang mempelajari ilmu Sosiologi ini. 

Beberapa hari yang lalu saya menyaksikan pertandingan antara Belanda dan Portugal. Pertandingan tersebut cukup seru mengingat tim mana pun yang dapat mencetak skor lebih banyak akan maju ke babak pasca-kualifikasi. Tidak hanya menyaksikan para pemain berlaga, bersama my lovely housemate, mbak ulil, kami juga sibuk mengomentari pertandingan tersebut, tentunya bukan dalam aspek teknis karena pengetahuan kami tentang sepak bola sangatlah minim. 

Insight yang kami dapat ketika menyaksikan pertandingan Belanda vs Portugal mengilhami saya untuk menulis posting ini. Pengalaman kami tinggal di Belanda selama hampir setahun belakangan memungkinkan kami untuk melihat karakter orang-orang Belanda dari perspektif kami sebagai outsider. Persepsi kami tersebut sedikit banyak terefleksikan melalui apa yang kami saksikan dari pertandingan antara dua negara di Eropa yang notabene berbeda karakter masyarakatnya. Agaknya pandangan ini juga merupakan common sense yang berlaku di antara masyarakat daratan Eropa dimana perbedaan sosio-cultural menjadi suatu hal yang selama ini diklaim sebagai aspek yang memperkaya multikulturalisme masyarakat Uni Eropa. Anyways, kembali pada Belanda vs Portugal, selama pertandingan kami melihat perbedaan karakter tersebutlah yang menentukan bagaimana pertandingan tersebut berjalan. Pada dasarnya, prinsip sepakbola adalah universal, yaitu untuk permainan kolektif dengan strategi tertentu untuk mencapai tujuan bersama, yaitu menjebol gawang lawan. Namun, ketika aspek lain is taken into account, pertandingan sepakbola adalah 'teater' yang menarik untuk melihat aspek-aspek lain yang direpresentasikannya. Belanda, terlihat bermain sangat tertib dan displin, tampak bahwa minim sekali usaha pemain-pemain Belanda untuk melakukan improvisasi yang sebenarnya bermanfaat dalam mengecoh lawan. Berdasarkan pada apa yang kami persepsikan dari pengalaman kami tinggal di Belanda dan berinteraksi dengan orang-orang Belanda, hal ini kemungkinan besar disebabkan oleh faktor sosio-kultural dimana orang-orang Belanda memang disiplin dan sangat berorientasi pada hasil dalam kesehariannya. Prinsip ini yang agaknya yang menjelaskan mengapa pemain Belanda minim untuk melakukan improvisasi. Improvisasi bisa saja dilihat sebagai suatu hal yang 'menganggu' proses dan pada akhirnya mempengaruhi hasil. Menurut saya pribadi, ketika hasil menjadi prioritas, bagaimanapun cara yang dilakukan dalam proses bukan tidak menjadi masalah. Di satu sisi, prinsip ini akan sangat berguna ketika kita menjunjung efisiensi dan efektifitas. Di sisi lain, prinsip ini tidak memungkinkan kita untuk enjoy dan bermain dengan kreativitas, untuk mencoba kemungkinan-kemungkinan baru. Hal ini yang terlihat jelas dari pemain-pemain tim Portugal, dimana mereka bermain penuh dengan improvisasi. Terlihat jelas bahwa dalam kondisi dimana mereka harus memenangkan pertandingan, pemain-pemain Portugal terlihat kompak dan enjoy dengan permainan mereka. Kreativitas terlihat jelas disitu, dan mungkin juga itulah yang disebut dengan compassion.

Pada akhirnya, tim Portugal berhasil mengalahkan tim Belanda dengan skor tipis 1-0. Untuk kasus ini, kreativitas dan compassion pemain tim Portugal mengalahkan determinasi dan efisiensi pemain tim Belanda. Tentu saja hal ini tidak bisa dijustifikasi dalam kehidupan sehari-hari. Namun hal ini cukup menginspirasi saya dalam memahami nilai dan esensi. Tugas kita adalah untuk mengukur kapasitas kita masing-masing untuk menentukan sendiri nilai (value) apa yang kita miliki sebagai modal untuk mencapai sebuah esensi. It might seems simple, but in the application it took a while to assemble all the pieces of puzzle there is and to finally see the whole picture.Cheers!


Wednesday, May 23, 2012

Paris

Posting ini di-ilhami dari pengalaman saya mengunjungi salah satu kota yang namanya cukup termasyur di seluruh dunia: Paris. Satu minggu lalu saya memiliki kesempatan untuk mengunjungi kota tersebut dan sejauh ini Paris adalah kota yang paling menarik perhatian saya.

Keindahan kota Paris memang menarik banyak orang untuk mengunjungi kota tersebut. Siapa yang tidak kenal dengan menara Eiffel, gereja Notre Dame, dan juga pusat perbelanjaan luxurius Champ Elysse? Landmark-landamark tersebut melengkapi keindahan kota Paris dan menyihir orang-orang yang mengunjunginya. Kesan tertentu pasti tersimpan dalam kenangan orang-orang yang mengunjungi kota ini.

Ini adalah kali pertama saya mengunjungi Paris. Saya tiba di stasiun kereta terbesar di Paris, Gare du Nord setelah menaiki metro (kereta bawah tanah) dari terminal bis Gallieni. Walaupun baru pertama kali menggunakan metro di Paris, saya begitu terkesan dengan sistem metro kota tersebut. Bagi saya cukup mengagumkan untuk orang yang baru pertama kali berada di Paris dan bisa selamat sampai tujuan tanpa kesasar naik metro. Selain karena bantuan peta metro Paris yang saya bawa, tentu ada faktor-faktor lain yang memungkinkan hal tersebut. Petunjuk di setiap pemberhentian (stasiun) metro begitu jelas dan semua dibuat secara teratur. Maksud saya dengan teratur disini adalah setiap stasiun dilengkapi dengan semacam scanner tiket dimana untuk menuju line dimana kereta berhenti tiket yang kita beli di scan oleh mesin-mesin tersebut. Hal tersebut tentu menghindari penumpang gelap yang dapat naik-turun metro seenaknya tanpa membayar untuk tiket. Selain dilengkapi dengan mesin scanner tiket, stasiun-stasiun metro di Paris juga dilengkapi dengan petunjuk-petunjuk yang jelas. Menurut saya hal ini sangat penting, terutama bagi orang-orang yang tidak terbiasa dengan sistem metro di Paris yang menurut saya cukup rumit karena terdiri dari cukup banyak trayek yang mencakup keseluruhan Paris. Overall, menurut saya sistem metro di Paris sangat baik dan layak untuk diterapkan di kota-kota besar lainnya dimana kebutuhan untuk menyediakan sarana transportasi umum yang layak, humanis dan aksesable.


Salah satu stasiun Gare du Nord Paris yang terdiri atas 3 lantai


Ketertarikan saya dengan kota Paris tidak berhenti pada sistem metronya saja. Aspek hubungan manusia di kota tersebut juga sangat menarik. Paris memang memiliki reputasi sebagai kota yang multikultural dimana berbagai macam individu yang berasal dari ras dan etnis yang berbeda tinggal di kota tersebut. Tentu sebagian dari kita tahu bahwa budaya multikultural yang mengkonstruksi kota Paris memiliki implikasi tertentu terhadap dinamika sosial yang berlangsung di kota tersebut. Konflik antar etnis, adanya segregated neighborhood, dan kesenjangan sosial yang cukup signifikan antara penduduk asli Paris dan para imigran menjadi hal lumrah yang dijumpai dalam keseharian di kota Paris. Saya pun menyaksikan sendiri bagaimana kompleksnya kota ini. Ketika berjalan-jalan di pusat kota Paris, berkali-kali saya melihat kaum marjinal, yang dalam konteks ini adalah imigran, "menghiasi" sudut-sudut kota Paris. Sebagian menjajakan suvenir khas Paris kepada para turis, ada juga yang mengemis atau mengamen, bahkan tidak jarang saya melihat sebagian dari mereka merupakan homeless dan memanfaatkan trotoar jalan sebagai tempat tidur mereka. Pemandangan-pemandangan tersebut sangat kontras dengan apa yang saya temui di sepanjang Champ Elysse, misalnya. Di sepanjang jalan tersebut berdiri berbagai restoran dan juga pusat perbelanjaan dengan pelanggan-pelanggan yang berasal dari kelas menengah keatas. Sebagian dari mereka bahkan terlihat melenggang dengan busana desainer terkenal. Kontradiksi tersbut semacam mengingatkan saya dengan kota dimana saya lahir dan besar, Jakarta. Hanya saja di Paris kesenjangan tersebut menggairahkan semangat demokrasi penduduknya, dimana kaum-kaum marjinal di kota tersebut menjadi salah satu penggerak demokrasi di Paris.

 Salah satu pemandangan di kota Paris dimana penduduk imigran mencari nafkah dengan menjadi musisi jalanan

Pemandangan di Champ du Elysse dimana kelas menengah keatas Paris menikmati makan siang di restoran-restoran yang terletak di sepanjang jalan tersebut


Paris tentu merupakan kota yang patut dikunjungi oleh siapapun. Tidak saja untuk menikmati keindahan kota tersebut yang dapat menyihir siapapun yang mengunjunginya, tetapi juga untuk menyaksikan secara langsung dinamika sosial yang ada di kota tersebut. Vous voyez, Paris!