Thursday, July 22, 2010

new Islamic populism

hello again!

pagi tadi baru saja saya menghadiri kuliah umum yang diselenggarakan atas kerjasama kampus saya dengan ACICIS dengan tema ' pluralisme agama di Indonesia'. Saya mau sharing sedikit dari materi yang saya dapet dari kuliah umum tadi, karena menurut saya pembahasannya lumayan menarik. *Sebenernya tumben-tumben nih saya datang ke event beginian, kalau bukan karena saya bosan luar biasa nggak ada kerjaan sambil menunggu feedback skripsi dari dosen saya :D

Anyways, pembicara dari kuliah umum tadi ada 2 orang. Prof. Vedi Hadiz dari Murdoch University, Perth, Australia dan Dr. A. Arif Mundayat yg merupakan kepala Pusat Studi Sosial Asia Tenggara UGM. Waktu pertama kali membaca temanya, saya sempat berpikiran bahwa isu-isu pergerakan kelompok radikal yang mengatasnamakan agama seperti FPI dan sejenisnya akan menjadi salah satu permasalahan yang dibahas dalam kuliah umum ini. Dan ternyata benar saja, isu tersebut menjadi highlight presentasi Prof. Vedi Hadiz.

Belakangan organisasi berbau radikal yang membawa nama agama, terutama FPI, memang menjadi sorotan publik. Tindakan anggota-anggotanya yang merusak dan menganggu kenyamanan publik menyulut kecaman dimana-mana. Awalnya, saya berpikiran kalau munculnya organisasi tersebut adalah sebagai konsekuensi dari sistem demokrasi yang dianut Indonesia. Menurut saya, sistem demokrasi yang dianut di Indonesia ini sudah sedikit kebablasan. Buktinya setiap orang bebas untuk melakukan apa saja: kebebasan berpendapat, kebebasan berekspresi, kebebasan pers, dan lain sebagainya. Ujung-ujungnya pemerintah juga yang repot. Karena adanya kebebasan berekpresi, maka muncul karya-karya seni yang dianggap porno. Pro-kontra pun muncul, baru kemudian dibuat UU Anti-Ponografi untuk menanggapi hal tersebut. Sama halnya dengan kekebasan pers, seringkali berita-berita yang disajikan sebuah media mengandung kontroversi entah karena investigasinya yang sangat mendalam, ataupun hanya karena covernya yang provokatif. Konsekuensinya, terdapat pihak-pihak tertentu yang tersinggung oleh pemberitaan-pemberitaan tersebut. Dan seterusnya. Sama halnya seperti FPI. Menurut saya, munculnya organisasi tersebut adalah sebagai konsekuensi dari adanya kebebasan sebagai konsekuensi dari demokrasi.

picture credit: Jason Iskandar

New Islamic Populism. Itulah konsep yang disampaikan Prof. Vedi Hadiz untuk merespon munculnya gerakan Islam garis keras di Indonesia selama ini. Beliau melihat fenomena tersebut melalui kolaborasi antara perspektif sosiologis historis dan ekonomis-politis. Dalam pandangan populisme, rakyat merupakan pihak yang tertindas karena adanya dominasi para elit. Dominasi macam apa? well, tentu kita semua tahu bahwa dominasi yang paling populer di Indonesia ada pada sektor politik dan ekonomi. Namun, dalam konteks ini, dominasi lebih spesifik diartikan sebagai gejala industrialisasi dan juga kapitalisme yang tumbuh subur di negara-negara berkembang dan membuat sebagian kalangan terjebak dalam kesulitan ekonomi. Kapitalisme dan industrialisasi telah menghasilkan masyarakat yang timpang, terutama di negara-negara berkembang. Kedua fenomena tersebut dinilai tidak berpihak pada (kalau bahasa Marx-nya) kaum proletar. Permasalahannya, di negara berkembang seperti Indonesia, masyarakat yang tergolong dalam kaum proletar tersebut jumlahnya lebih banyak dari kaum yang tergolong mampu atau kaya raya. Artinya, tidak semua kaum proletar dapat melakukan mobilitas sosial secara vertikal melalui industrialisasi. Dan mereka yang tidak mendapatkan kesempatan akan terus berada dalam kemiskinan.

Kemiskinan dan juga kepanikan moral inilah yang kemudian membuat mereka berpikiran sempit karena frustasi dengan keadaan. Kefrustrasian tersebut kemudian yang melatarbelakangi segelintir orang untuk bergabung dalam gerakan radikal. Melalui pergerakan tersebut, aspirasi dan juga kekecewaan mereka dapat tersalurkan, walaupun gerakan tersebut mengatasnamakan agama. Jadi, dalam konteks ini, ideologi agama yang fundamental bukanlah hal utama yang melatarbelakangi keputusan segelintir orang tersebut untuk bergabung dalam gerakan yang radikal.

Di sisi lain, analisa historis meyatakan bahwa populisme agama yang ada sekarang merupakan kelanjutan dari pergerakan populisme agama yang ada pada masa lalu, terutama pada masa penjajahan. Melalui perpektif ini, kita dapat melihat bahwa ideologi agama melatarbelakangi segelintir orang untuk bergabung, atau bahkan membentuk kelompok radikal. Pada masa terdahulu, yaitu pada masa penjajahan pergerakan organisasi yang berasaskan agama memang telah berkembang sebagai bentuk reaksi atas kolonialisme, sebut saja Serikat Islam. Pergerakan di masa lalu tersebut lalu dilanjutkan oleh sekelompok orang di masa sekarang, dengan latar belakang kepentingan untuk membangun negara berdasarkan syariat Islam, yang dinilai dapat memberikan kesejahteraan bagi semua pihak. Kembali lagi pada masalah kesejahteraan. Hal ini secara tidak langsung juga mengindikasikan bahwa kesejahteraan merupakan sesuatu yang harus diperjuangkan karena sistem yang ada tidak mendukung masyarakat untuk mencapai kesejahteraan.

Intinya, kedua narasumber dari kuliah umum ini sepakat bahwa masalah kesejahteraan lah yang menjadi akar utama yang melatarbelakangi munculnya organisasi ataupun pergerakan radikal yang mengatasnamakan agama. Selama negara belum bisa menjamin kesejahteraan rakyatnya, maka pergerakan-pergerakan ini akan terus ada dalam masyarakat.

Saya sangat setuju dengan solusi yang disampaikan oleh Dr. A. Arif Mudayat bahwasanya agama itu merupakan suatu hal yang bersifat pribadi dan individual, ketika agama dilembagakan, hanya akan menciptakan kesalahpahaman yang mengacu pada kekacauan. Benar juga, Tuhan kan Yang Maha Berkehendak, kalau mau merubah keadaan ya kita harus terus berdoa kepada-Nya dan berusaha, bukan melakukan razia keliling dan memukuli orang-orang. Kapan mau sejahteranya kalau begitu terus?


Wednesday, July 21, 2010

'how much information is too much?'

hello!

posting saya kali ini disulut oleh sebuah artikel berjudul "Are we informing ourselves into inaction? how much information is too much?" yang saya baca beberapa hari lalu di link ini: Sociology Lens

Inti dari tulisan artikel tersebut adalah bahwa kita berada dalam situasi dimana informasi bukan lagi menjadi sesuatu yang ekslusif, namun berlimpah ruah. Kelimpah ruahan tersebut kemudian menyebabkan kita menjadi buta arah dalam memahami sesuatu secara obyektif.


"Too many choices makes it difficult for us to assimilate all the information, but too few choices would presumably not provide us with as much intellectual stimulation as we might desire."

kita hidup di era informasi, dimana informasi dapat diakses tanpa batas, terutama melalui media massa. Dan apakah jenis media massa yang paling memungkinkan kita untuk mengakses informasi tanpa batas tersebut? pastinya internet.

Saya akan berbagi pengalaman pribadi saya berkaitan dengan hal ini. Bisa dibilang saya lumayan addicted dengan internet. Ada banyak hal yang bisa saya cari lewat internet. Pada saat yang bersamaan, saya bisa browsing website Lonely Planet dan melihat-lihat arsip foto-foto perjalanan di Afrika, di tab kedua saya sedang membuka sebuah website yang menyajikan artikel tentang meditasi, dan di tab ketiga saya blogwalking blog milik orang secara random. Dan begitu seterusnya, saya browsing website demi website tanpa adanya kesinambungan dari informasi yang disajikan. Atau dengan kata lain, saya browsing secara membabi buta, asalkan informasi tersebut menarik hati saya maka akan baca tidak peduli apakah antara informasi yang satu dengan yang lainnya berkaitan atau tidak. Sayangnya, setelah berjam-jam browsing bermacam-macam website dan membaca banyak artikel hanya sedikit saja hal yang nyangkut di otak saya dari sekian banyak hal yang (seharusnya) saya peroleh sebelumnya.

Setelah membaca artikel yang telah saya referensikan sebelumnya, saya pun tersadar bahwa saya merupakan 'korban informasi'. Sama halnya seperti mode yang menghasilkan korban mode, informasi pun dapat menghasilkan korban informasi. Informasi-informasi yang tersaji di internet memang dikemas secara menarik, lengkap dengan 'aksesoris' visual yang memanjakan mata, sehingga 'membaca' di internet lebih menarik ketimbang membaca buku. Oleh sebab itu, secara tidak sadar kita semua terus-menerus mengakses informasi via internet. Misalnya saja, orang-orang lebih memilih untuk membaca berita di internet, selain update-nya luar biasa cepat, berita-berita tersebut juga disajikan dalam paragraf yang ringkas dan sederhana sehingga tidak membutuhkan waktu lama untuk membacanya. Berbeda dengan membaca berita di koran yang notabene lebih lambat update-nya karena kita harus menunggu 24 jam kemudian untuk mendapatkan update ataupun kelanjutan dari berita yang disajikan sekarang. Dan setelah saya pikir-pikir, berita-berita yang saya baca di koran cenderung nyangkut lebih lama di otak saya ketimbang berita-berita yang saya baca di internet. Kenapa? karena saya dapat lebih fokus mambaca koran tanpa harus 'tergoda' untuk pindah ke window sebelah untuk melihat website yang sudah selesai loading. Tidak fokus, mungkin hal inilah yang menjadi permasalahan mengapa informasi yang disajikan di internet jarang ada yang nyangkut di otak saya, karena kita terus-menerus tergoda untuk mengakses informasi demi informasi dan pada akhirnya informasi-informasi tersebut hanya lalu saja lewat di otak saya. Apakah anda juga mengalami sindrom mabuk informasi? :D



Friday, July 09, 2010

Idealis Spontan

hello,


just had another online personality test, and so far this one has the most accurate result to describe my personality.. so i decided to paste them here on my blog.


if you're curious to have one also, here's the link iPersonic



Tipe Idealis Spontan adalah orang-orang kreatif, periang, dan berpikiran terbuka. Mereka penuh humor dan menularkan semangat menikmati hidup. Antusiasme dan semangat mereka yang menyala-nyala menginspirasi orang lain dan menghanyutkan mereka. Mereka menikmati kebersamaan dengan orang lain dan sering memiliki intuisi yang jitu mengenai motivasi dan potensi orang lain. Tipe Idealis Spontan adalah pakar komunikasi dan penghibur berbakat yang sangat menyenangkan. Keriaan dan keragaman dijamin saat ada mereka. Namun demikian, kadang-kadang mereka terlalu impulsif saat berhubungan dengan orang lain dan dapat menyakiti orang tanpa bermaksud demikian, karena sifat mereka yang blak-blakan dan terkadang kritis.


Tipe kepribadian ini adalah pengamat yang tajam dan awas; mereka tidak akan ketinggalan satu kejadian pun di sekitar mereka. Dalam kasus ekstrem, mereka cenderung terlalu sensitif serta waspada berlebihan dan dalam hati siap melompat. Kehidupan bagi mereka adalah drama yang menggairahkan penuh keragaman emosi. Namun demikian, mereka cepat menjadi bosan ketika hal-hal terjadi berulang dan dibutuhkan terlalu banyak detail serta ketelitian. Kreativitas, daya khayal, dan orisinalitas mereka paling mudah dikenali ketika mengembangkan proyek atau ide baru – kemudian mereka menyerahkan seluruh pelaksanaan rincinya kepada orang lain. Secara singkat, tipe Idealis Spontan sangat bangga akan kemandiriannya, baik di dalam diri maupun yang tampak dari luar, dan tidak suka menerima peran bawahan. Oleh karena itu mereka memiliki masalah dengan hirarki dan otoritas.


Jika Anda memiliki tipe Idealis Spontan sebagai teman, Anda tidak akan pernah bosan; bersama mereka, Anda dapat menikmati kehidupan sebaik-baiknya dan merayakannya dengan pesta-pesta terbaik. Di saat bersamaan, mereka hangat, peka, penuh perhatian, dan selalu bersedia membantu. Jika seorang Idealis Spontan baru jatuh cinta, langit dipenuhi biola dan pasangan mereka akan dihujani perhatian dan kasih sayang. Tipe ini kemudian berlimpah dengan pesona, kelembutan, dan imajinasi. Namun, sayangnya, begitu kebaruan itu luntur dengan cepat akan membosankan bagi mereka. Kehidupan berpasangan sehari-hari yang membosankan tidak cocok untuk mereka sehingga banyak tipe Idealis Spontan keluar-masuk percintaan sesaat. Namun demikian, jika pasangannya bisa membuat rasa ingin tahu mereka tetap hidup dan tidak membiarkan rutinitas dan keakraban melanda, tipe Idealis Spontan dalam menjadi pasangan yang menginspirasi dan penuh kasih sayang.


Sifat-sifat yang menggambarkan tipe ini: spontan, antusias, idealis, ekstrovert, teoritis, emosional, santai, ramah, optimis, memesona, suka membantu, mandiri, individualis, kreatif, dinamis, periang, humoris, penuh semangat hidup, imajinatif, mudah berubah, mudah menyesuaikan diri, setia, peka, menginspirasi, mudah bergaul, komunikatif, sulit ditebak, ingin tahu, terbuka, mudah tersinggung.